Dari Sate Blengong ke Tepok Bulu
30 Desember 2015
VARIA.id, Jakarta – Giri (40), begitu pria berperawakan
ramping itu biasa disapa. Ia sedang menuangkan kuah santan kental ke atas potongan ketupat yang ditaruh di atas
sebuah piring porselen ukuran kecil.
Sekilas kuah itu mirip dengan kuah Sate Padang yang
merupakan sate khas dari daerah Pariaman, Sumatera Barat. Walaupun dilengkapi
dengan sate berkuah warna merah, tapi sajian ini bukan Sate Padang. Ini adalah
salah satu makanan khas yang ada di Kota Tegal, Jawa Tengah. Sate Blengong,
demikian sebutannya.
Rasa sajian Sate Blengong ini memang sangat “berbumbu”.
Manis, asin, pedas, gurih, wangi, semua bisa dijumpai di dalam menu olahan ini
karena dari cara mengolahnya berbagai bumbu khas Nusantara memang sudah menjadi
wajib kehadirannya. Sebutlah, Kunyit, Jahe, Kayu Manis, Laos, Kencur, Daun
Salam, Lada, Bawang Putih, Bawang Merah, Kemiri, Laos, Kapulaga, Merica,
Cengkeh, dan sesekali Jinten ditambahkan sesuai selera.
Hampir semua bumbu yang ada di pasar dimasukkan ke dalam
olahan Sate Blengong. Kecuali, beberapa bumbu khusus semisal jinten dan
kapulaga. “Dua jenis bumbu itu biasanya digemari peranakan Arab,” kata Giri
kepada VARIA.id.
Giri adalah salah satu dari puluhan penjual Sate Blengong
yang ada di Kota Tegal. Sehari-hari ia berjualan di pinggir Jalan Raya Mejasem,
di pinggiran Kota Tegal yang secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten
Tegal.
Di sepanjang Jalan Mejasem itu dulunya ada lima penjual Sate
Blengong. Kini cuma tinggal tiga penjual. “Saya kenal semuanya, karena mereka
tetangga saya satu kecamatan cuma beda desa,” tutur Giri.
“Di Tegal ini memang yang paling banyak pembuat Sate
Blengong dari wilayah Kecamatan Margadana. Kalau saya dari Desa Sumur Panggang,
sedang beberapa kawan saya ada dari Desa Margadana sendiri, Cebawan, Krandon
dan sekitarnya,” papar Giri.
Giri mengaku lebih suka berjualan di Jalan Raya Mejasem.
Pelanggannya pun sudah mengenal dagangannya sejak lama. Di Tegal sendiri,
penjual Sate Blengong paling banyak ada di sekitar Jalan Sawo, Kecamatan Tegal
Barat.
“Persaingan memang lumayan, tetapi tergantung “manajemen”
juga. Kalau penjual Sate Blengong nggak bisa ngatur jualannya, nabung, hemat,
dan konsisten, ya lama-lama gulung tikar,” kata Giri.
Sumber : www.varia.id